Wednesday, 6 May 2015

Perang dunia I dan II


  PERANG DUNIA KE-1 DAN KE-2


Perang, sebuah istilah yang ditakuti oleh umat manusia sejak zaman dahulu kala. Perang senantiasa meninggalkan kesan yang membekas. Tentu saja kesan yang menyakitkan, baik bagi pihak ‘yang menang’ maupun bagi pihak ‘yang kalah’. Hati nurani seseorang yang sangat manusiawi pasti tidak tega menghabisi nyawa orang lain. Coba tanyakan kepada pilot pembawa ‘little boy’ dan ‘fat man’. Apa yang mereka lakukan terhadap Nagasaki dan Hiroshima, hampir 66 tahun yang lalu, adalah sebuah dilema. Dalam hati para pilot tersebut menangis, bahwasanya tindakan yang mereka lakukan akan memusnahkan ribuan orang di bawah sana.
Menurut kesepakatan sejarah, perang besar pada era modern ini telah terjadi dua kali, yakni
pada periode 1914-1918 dan periode 1939-1945.

A.    Perang Dunia ke satu
Perang Dunia I atau Perang Dunia Pertama, disingkat PD I, dan istilah-istilah dalam bahasa Inggris lainnya : "Great War", "War of the Nations", dan "War to End All Wars" (Perang untuk Mengakhiri Semua Perang) adalah sebuah konflik dunia, perang global yang terpusat di Eropa, berlangsung dari 28 Juli 1914 hingga11 November 1918, yang berawal dari Semenanjung Balkan.
Perang Besar ini melibatkan semua kekuatan besar dunia, yang terbagi menjadi dua aliansi bertentangan, yaitu Sekutu (berdasarkan Entente Tiga yang terdiri dari Britania Raya, Perancis, dan Rusia) dan Kekuatan Sentral (terpusat pada Aliansi Tiga yang terdiri dari Jerman, Austria-Hongaria, dan Italia - namun, saat Austria-Hongaria melakukan serangan sementara persekutuan ini bersifat defensif, Italia tidak ikut berperang). Kedua aliansi ini melakukan reorganisasi (Italia berada di pihak Sekutu) dan memperluas diri saat banyak negara ikut serta dalam perang.
Lebih dari 70 juta tentara militer, termasuk 60 juta orang Eropa, dimobilisasi dalam salah satu perang terbesar dalam sejarah ini. Lebih dari 9 juta prajurit gugur, terutama akibat kemajuan teknologi yang meningkatkan tingkat mematikannya suatu senjata tanpa mempertimbangkan perbaikan perlindungan atau mobilitas. Perang Dunia I adalah konflik paling menakutkan dan mematikan keenam dalam sejarah dunia, sehingga hal ini menjadi pembuka jalan untuk berbagai perubahan politik, seperti revolusi di beberapa negara yang terlibat.
Penyebab jangka panjang perang ini mencakup kebijakan luar negeri imperialis kekuatan besar Eropa, termasuk Kekaisaran Jerman, Kekaisaran Austria-Hongaria, Kesultanan Utsmaniyah, Kekaisaran Rusia, Imperium Britania, Republik Perancis, dan Italia.

B.     Perang Dunia Ke Dua
Perang Dunia II mengakibatkan kematian sekitar 55 juta orang di seluruh dunia. Perang ini adalah konflik terbesar dan paling destruktif sepanjang sejarah. Jerman memulai Perang Dunia II dengan menginvasi Polandia pada tanggal 1 September 1939. Inggris dan Prancis meresponsnya dengan menyatakan perang terhadap Jerman. Pasukan Jerman menginvasi Eropa barat pada musim semi tahun 1940. Dengan dukungan dari Jerman, Uni Soviet menduduki negara-negara Baltik pada bulan Juni 1940. Italia, anggota Blok Poros (negara yang bersekutu dengan Jerman), ikut terjun dalam perang pada tanggal 10 Juni 1940. Dari tanggal 10 Juli hingga 31 Oktober 1940, Nazi terlibat dalam perang udara di langit Inggris dan akhirnya kalah. Perang ini disebut Pertempuran Britania.
Setelah mengamankan wilayah Balkan dengan menginvasi Yugoslavia dan Yunani pada tanggal 6 April 1941, pasukan Jerman dan para sekutunya menginvasi Uni Soviet pada tanggal 22 Juni 1941, dan ini berarti melanggar secara langsung Pakta Jerman-Soviet. Pada bulan Juni dan Juli 1941, Jerman juga menduduki negara -negara Baltik. Pemimpin Soviet Joseph Stalin kemudian menjadi pemimpin utama Sekutu pada masa perang untuk melawan Jerman Nazi dan sekutu blok Porosnya. Selama musim panas dan musim gugur tahun 1941, pasukan Jerman semakin merangsek masuk ke Uni Soviet. Pada tanggal 6 Desember 1941, pasukan Soviet melancarkan serangan balasan hebat. Keesokan harinya, pada tanggal 7 Desember 1941, Jepang (salah satu kekuatan blok Poros) mengebom Pearl Harbor, Hawaii, sehingga menyebabkan Amerika Serikat terjun ke dalam kancah peperangan dan bersekutu dengan Inggris Raya dan Uni Soviet.
Pada bulan Mei 1942, Angkatan Udara Kerajaan Inggris menyerang kota Cologne di Jerman dengan ribuan pesawat pengebom, dan untuk pertama kalinya membuat penduduk Jerman ikut merasakan perang ini. Selama tiga tahun berikutnya, angkatan udara Sekutu secara sistematis mengebom pabrik industri dan kota-kota di seluruh Reich, sehingga pada tahun 1945 kota-kota di Jerman hanya tinggal reruntuhan.


A Room of one’s by Viginia Wolf and The Waste Land by T.S. Eliot.

Feminisme lahir awal abad ke 20, yang dipelopori oleh Virginia Woolf dalam bukunya yang berjudul A Room of One’s Own (1929). Secara etimologis feminis berasal dari kata femme (woman), berarti perempuan yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan, sebagai kelas sosial. Tujuan feminis adalah keseimbangan, interelasi gender. Dalam pengertian yang lebih luas, feminis adalah gerakan kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial pada umumnya.
Teori feminis sebagai alat kaum wanita untuk memperjuangkan hak-haknya, erat berkaitan dengan konflik kelas ras, khususnya konflik gender. Dalam teori sastra kontemporer, feminis merupakan gerakan perempuan yang terjadi hampir di seluruh dunia. Gerakan ini dipicu oleh adanya kesadaran bahwa hak-hak kaum perempuan sama dengan kaum laki-laki. Keberagaman dan perbedaan objek dengan teori dan metodenya merupakan ciri khas studi feminis. Dalam kaitannya dengan sastra, bidang studi yang relevan, diantaranya: tradisi literer perempuan, pengarang perempuan, pembaca perempuan, ciri-ciri khas bahasa perempuan, tokoh-tokoh perempuan, dan sebagainya.
Dalam kaitannya dengan kajian budaya, permasalahan perempuan lebih banyak berkaitan dengan kesetaraan gender. Feminis, khususnya masalah-masalah mengenai wanita pada umumnya dikaitkan dengan emansipasi, gerakan kaum perempuan untuk menuntut persamaan hak dengan kaum laki-laki, baik dalam bidang politik dan ekonomi, maupun gerakan sosial budaya pada umumnya.
Menurut Salden(1986: 130-131), ada lima masalah yang biasa muncul dalam kaitannya dengan teori feminis, yaitu: masalah biologis, pengalaman, wacana, ketaksadaran, dan masalah sosioekonomi. Perdebatan terpentinag dalam teori feminis timbul sebagai akibat masalah wacana sebab perempuan sesungguhnya termarginalisasikan melalui wacana yang dikuasai oleh laki-laki.
Pemikiran feminis tentang kesetaraan gender sudah banyak diterima dan didukung baik oleh kalangan perempuan sendiri maupun oleh kalangan laki-laki. Dukungan ini terlihat melalui penerimaan masyarakat terhadap kaum perempuan di bidang-bidang yang tadinya hanya didominasi oleh kaum laki-laki, melalui tulisan dan media. Oleh karenanya, saya akan membahasa sebuah karya yang berkaitan erat dengan paham feminis, yaitu A Room of one’s by Viginia Wolf and The Waste Land by T.S. Eliot.

A.    A Room of one’s by Viginia Wolf
Diawali dengan pertanyaan Woolf tentang perempuan dan fiksi saat ia duduk merenung di tepi sungai. Muncullah nama-nama penulis perempuan di masa sebelumnya seperti Jane Austen, Fanny Burney, Emily Bronté dan Emma Bronté. Isinya seputar perempuan, tentang apa dan bagaimana rupa dan macam-macam perempuan, tetapi bagi Woolf ada beberapa hal lain yang membuatnya tak rela menyimpulkan bahwa karya mereka itu diperhitungkan sebagai tulisan perempuan. Tulisan yang nyata menceritakan perempuan. Tetapi pada kenyataannya, buku-buku romantisme seperti itulah yang tersedia untuk dibaca perempuan pada masa itu.
Bahkan setelah masa elizabethan di Inggris, tak pernah terlihat nama-nama penulis perempuan yang berbeda jalurnya dengan Jane Austen di rak buku perpustakaan manapun di Inggris. Jikapun ada, nama itu bersembunyi di balik nama samaran laki-laki seperti George Elliot. Penulis aslinya harus rela bukunya terkenal dan dinikmati semua orang meski harus puas dengan identitasnya sebagai anonim. Alasan utama di balik langkahnya perempuan menulis adalah ternyata alasan ekonomi. Perempuan di masa itu walaupun berasal dari kalangan kelas menengah atas, tidak memililki simpanan uang melainkan yang berasal dari suaminya atau ayahnya jika ia belum menikah. Alasan ekonomi pula yang membatasi cara berpakaian, cara bertingkah laku dan bertutur karena semua yang ada di tubuh perempuan adalah apa yang layak bagi ayah dan suaminya.
Melalui essay yang ditulis secara autobiografis ini lah, Woolf dengan yakin mengemukakan bahwa karya perempuan bisa lebih hebat dari apa yang ditulis Shakespeare jika saja perempuan mampu menuangkan cerita walaupun para laki-laki akan menganggapnya remeh temeh dan terlalu domestik. Bukan tidak mungkin justru dengan keremehtemehan dan kedomestikannya menjadikan tulisannya begitu nyata dan reflektif bagi pembacanya, terutama perempuan yang tahunya hanya punya takdir sebagai istri bangsawan atau istri petani.
Yang dibutuhkan perempuan hanyalah uang dan ruang bagi dirinya untuk duduk dan menulis fiksi. Ini tentunya bukan ungkapan klise dan materialistis. Uang adalah satu-satunya alat untuk membebaskan diri dan mencari ruang yang jauh dari ranah domestik, ruang seribu buku, ruang pendidikan, ruang yang dapat dipenuhi oleh buah pemikiran sendiri tanpa ada tekanan dari otoritas.

A.    The Waste Land by T.S. Eliot
Ada semacam nada sendu atau kemuraman dalam beberapa puisi yang ditulis oleh seorang penyair Amerika berkebangsaan Inggris ini. Nada yang membelot dari semangat zaman romatisisme yang pada saat itu menjadi primadona, khususnya di Amerika. Namun, T.S Elliot seolah keluar dari mainstream yang ramai-ramai diusung kebanyakan sastrawan Amerika. Elliot banyak menampakan kegetiran dan sikap putus asa dalam memandang kehidupan.
Thomas Stearns Elliot dilahirkan pada tanggal 26 september tahun 1888. Ia lahir dari keluarga kelas menengah, di mana sang ayah adalah seorang pengusaha yang cukup sukses, dan sang ibu merupakan seorang aktivis sosial. Bisa dibilang bakat menulis Elliot diturunkan dari ibunya yang juga memiliki hobi menulis. Elliot dibesarkan oleh tradisi religious dan pendidikan yang kuat. Namun, masa kecil Elliot memang cukup berat. Sejak kecil, Elliot memiliki keterbatasan fisik. Ia menderita penyakit hernia bawaan. Hal itulah yang membuat  Elliot kecil tidak banyak ikut berpartisifasi dalam aktivitas fisik dan cenderung dikucilkan teman sebayanya. Namun keterbatasan itulah yang membuat Elliot mengalihkan perhatiannya pada dunia sastra, dan pengalaman masa lalu itulah yang menjadi tema favoritnya dalam setiap karyanya. Pengalaman kelam masa kecil itu ternyata masih terbawa di masa Elliot dewasa. Kegagalan dalam perkawinan dan tentu saja dampak Perang Dunia I, menjadi tema – tema yang diusung kepermukaan.
Abad 20 menjadi era di mana modernism sangat berkembang pesat, terutama di Amerika. Modernitas banyak memengaruhi kebanyakan orang Amerika, termasuk para sastrawan. Perkembangan teknologi dan pola pikir matrealistik menjadi begitu kuat merasuk cara pandang manusia modern. Namun tentu saja, ada konsekuensi lain yang mengendap tak terasa. Di mana ketika kebutuhan materialistik yang terus dikejar, maka di sisi lain kebutuhan akan spiritualitas menjadi semakin terabaikan. Potret inilah yang ingin disampaikan oleh Elliot melalui tema-tema karya —terutama puisi— yang ia buat. Kebudayaan modern inilah yang menurutnya, membiarkan relativisme kultural berkembang menjadi sumber konflik sosial, ideologis dan intelektual yang tak habis-habis.
Puisi Mistis dan Pesimistis Ala T.S Eliot
Eliot mengklaim bahwa seorang penyair haruslah menjadi seorang ‘metaphysical poet’, yang mana dalam setiap karyanya harus menjadi semakin menyeluruh, lebih allusif lebih tersirat, supaya bisa mendorong atau bahkan menghilangkan bahasa yang penuh arti, yakni salah satunya dengan ‘keangkuhan’. Sikap itu memang terlihat nyata pada puisi-puisi Eliot, yang pada kali ini saya hendak mewakilkannya dengan dua puisi yang mengangkat namanya menjadi salah satu penyair paling berpengaruh pada abad 20, yaitu The Love Song of J. Alfred, The Waste Land,
            Akan tetapi saya akan membahas karyanya yang berjudul “ The Waste Land”. Puisi yang bisa dibilang masterpiece-nya, karena telah membuat namanya melambung ini dipersembahkan Eliot buat sahabat dekatnya: Ezra Pound. Kebanyakan kritikus sastra menganggap bahwa puisi ini begitu allusive dan kompleks. Karena, dalam menafsrikannya paling tidak ada tiga tahapan interpretasi. Ketiga tahapan itu menyangkut: Personal, Masyarakat, Humanisme. Dalam personal interpretasi, ada semacam ekspresi atau intenssi dari apa yang dirasakan oleh Eliot sendiri. Pada karyanya ini Elioty lebih pada bagaiamana Eliot memosisikan dirinya sebagai seorang yang terlibat di dalam sebuah masyarakat. Dan interpretasi humanisme itu lebih menghubungkan manusia pada keadaan masa lalu, sekarang dan masa depan.
Dalam puisi ini, tradisi klasik yang dianut Eliot cukup menonjol. Dalam beberapa bait dalam puisinya ini, dia memakai larik berbahasa latin, sebagai penanda masa lalu dia yang banyak terpengaruh oleh mitologi Romawi dan Yunani. Puisi ini menjadi begitu kompleks, karena Eliot pun mencatumkan larik berbahasa Jerman dan bahasa Sanskerta yang mencirikan kompleksitas dirinya yang pernah mempelajari filsafat Jerman dan Sanskri. Dalam penutup puisinya ini, Eliot menyebutkan diksi ‘ Shantih’ itu sebanyak tiga kali. Dalam teologi Hindu, penyebutkan kata ‘Shanthi’ sebagai tiga kali itu merupakan sebuah ritual ‘Upanishad’.    
            Dibeberapa karyanya, paling tidak Eliot menghadirkan sisi tradisionalnya, sebagai bentuk perlawanan terhadap modernitas yang mulai menggerogoti pemikiran tradisional. Sisi tradisional itu terutama dicirikan oleh penggunakan diksi-diksi mistik dalam puisinya yang berbaur mesra dengan tema pesimisme yang diusungnya.


No comments:

Post a Comment