|
“KELUARGA PERMANA”
Karya: Ramadhan K.H.
1.
Pendahuluan
Karya sastra merupakan salah satu alternatif dalam rangka
pembangunan kepribadian dan budaya masyarakat yang berkaitan erat dengan latar
belakang struktural sebuah masyarakat (Kuntowijoyo, 1987:15).
Mengkaji karya sastra akan membantu kita menangkap makna
yang terkandung di dalam pengalaman-pengalaman pengarang yang disampaikan
melalui para tokoh imajinatifnya, dan memberikan cara-cara memahami segenap
jenis kegiatan sosial kemasyarakatan, serta maksud yang terkandung di dalam
kegiatan-kegiatan tersenut, baik kegiatan masyarakat kita sendiri maupun
masyarakat lainnya. Guna memahami sifat-sifat dan kompetensi manusia
diperlukan suatu cara berpikir yang lebih jauh jangkauannya ketimbang yang
dimungkinkan oleh metode eksperimental dan analisis yang lazim digunakan dalam
ilmu pengetahuan alam dan ilmu sosial.
Novel Keluarga Permana karya Ramadhan K.H merupakan salah
satu novel yang membahas tentang masalah-masalah ada di Indonesia sejak zaman
kemerdekaan hingga kini yakni hubungan antarumat beragama.
Novel ini mampu mencerminkan kehidupan masyarakat
Indonesia modern dan kesadaran pengarangnya mengenai masalah yang dihadapinya,
dalam hal ini masalah sosial keagamaan. Novel
Keluarga Permana ini merupakan karya sastra yang
menampilkan kehidupan keagamaan yang luas, yang penting bagi umat beragama
apapun, meskipun Ramadhan adalah seorang muslim. Masalah kehidupan beragama
khususnya kerukunan antarumat beragama memang merupakan masalah yang cukup krusial.
2.
Identitas Penulis
Ramadhan K.H. memunyai nama lengkap Ramadan Karta Hadimadja ( lahir di Bandoeng, 16 Maret 1927 – meninggal di Cape Town, Afrika Selatan,16 Maret 2006 pada usia
79 tahun), beliau adalah seorang penulis biografi Indonesia. Ia meninggal
setelah menderita kanker prostat selama ±3 bulan. Kang Atun, panggilan akrab Ramadhan,
adalah anak ketujuh dari sepuluh bersaudara. Ayahnya, Rd. Edjeh Kartahadimadja,
adalah seorang patih Kabupaten Bandung pada masa kekuasaan Hindia Belanda. Ia
dilahirkan dari perkawinan ayahnya dengan Saidah. Aoh K. Hadimadja (1911 - 1972) yang juga dikenal sebagai penyair
dan novelis itu, adalah kakak kandung se-Ayah Ramadan yang lahir dari rahim
istri pertama ayahnya yakni Rd. Djuwariah binti Martalogawa. Ketika usia
Ramadan masih belum genap tiga bulan, ayahnya terpikat perempuan lain dan
menceraikan Saidah yang langsung dikembalikan ke kampung. Pengalaman tersebut
membuat ia dekat dengan sosok ibu dan menghayati derita kaum perempuan.
3. Simpulan
Cerita
-
Sinopsis:
Permana yang dulunya terkenal bijaksana, sikapnya berubah
drastis ketika dirinya diberhentikan dari tempat dia bekerja dengan alasan yang
tidak jelas. Keluarga Permana yang sebelum-sebelumnya demikian damai dan
tenteram, tiba-tiba berubah suasana, penuh dengan penderitaan, baik lahir
maupun batin. Pemecatan itu membuat Permana menjadi seorang kepala keluarga
yang kasar. Suka menyiksa anak dan istrinya dengan alasan yang terkadang
dibuat-buat. Atau dengan kesalahan yang tak sewajarnya sampai mendapat
hukuman yang berat, walaupun kesalahan itu adalah kesalahan Permana,
tetap saja istri dan anaknya yang mendapat siksaan. Bahkan pukulan lidi bukan
hal yang asing lagi bagi anak dan istrinya
Selama Permana tidak bekerja lagi, istrinya lah yang
bekerja keras mencari nafkah. Saleha lah yang bekerja untuk mencukupi kebutuhan
harian keluarga itu. Namun walaupun sudah bekerja keras, istrinya tetap saja
mengalami siksaan dari suaminya. Hal ini sebenarnya disebabkan karena
Permana merasa dirinya tidak berarti sebagai seorang laki-laki, dia
merasa malu, sehingga otak jernihnya menjadi buram, penuh dengan prasangka yang
dibuat-buat saja. Dalam benaknya sering terbayang bahwa istrinya sewaktu
bekerja pasti disenangi oleh kaum laki-laki di tempat istrinya bekerja. Apalagi
ketika Saleha pulang dengan diantarkan oleh menejernya, semakin buruk prasangka
Permana. Permana suka cemburu yang tanpa bukti. Dia menuduh bahwa istrinya
telah berbuat serong. Ketika Saleha mencoba menjelaskannya, apalagi
membantah kata-kata yang sedikit keras volumennya, Permana pasti
langsung naik pitam. Akibatnya Saleha disiksanya, ditendang dan dipukuli,
dan yang lainnya. Jika sudah begitu, hati Saleha seketika hancur,
usahanya yang demikian keras agar asap dapur dapat mengebul seakan-akan tidak
punya arti, dia merasa terhina. Namun semua itu tetap saja dikuat-kuatkan, dia
tidak mau keluarganya pecah berkeping-keping. Hanya karena masalah pendapatan
keluarga.
Selain menyiksa istrinya, Permana juga sering
menyiksa anaknya, Ida namanya. Terkadang tanpa alasan yang kuat, Ida sering
mendapat siksaan seperti di cambuk dengan lidi, ditampar, serta sabetan rotan
berulang-ulang. Akibatnya Ida menjadi seorang gadis yang penakut dan
pendiam. Siswa sebuah SMA ini begitu takut dan sekaligus benci
sosok ayah seperti Permana ayahnya itu. Sepanjang harinya ida hanya bisa
berkurung diri di dalam rumah. Ida hanya bisa bebas ketika dia bersekolah.
Selepas itu Ida seperti masuk dalam penjara ayahnya.
Tanpa diduga-duga datang Sumarto untuk mengekos di rumah
Permana. Setelah kedatangan Sumarto, kelakuan Permana yang kasar itu agak
sedikit mereda. Dengan adanya Sumarto yang mengekos di salah satu kamar
ruamahnya, Permana sedikit merasa lega, sebab ada sedikit pemasukan uang
bulanan kepada keluarganya. Kedatangan Sumarto membawa kebahagiaan di hati Ida.
Bagi Ida yang selama ini tidak punya teman untuk membagi cerita duka
nestapa akibat perlakuan ayahnya itu, sekarang telah mendapatkannya. Apalagi
Sumarto sendiri termasuk seorang pemuda yang ramah, sopan, serta cepat
menyesuaikna diri dengan seluruh keluarga Permana. Rupanya keduanya
karena sering bertemu dan berbincang-bincang masing-masing mulai muncul
benih-benih cinta dalam hati masing-masing. Dan mereka pun menjalin
hubungan kasih yang mesra. Kedekatan mereka membawa dampak yang buruk bagi Ida.
Sampai keduanya hilang kontrol, keduanya melakukan perbatan intim yang
jelas melanggar agama.
Karena kedekatan ida dengan Sumarto diketahui Permana
akhirnya Sumarto diusir dari rumah Permana dengan cara yang halus. Permana
beralasan bahwa rumah itu akan dijual, dan hal itu mengharuskan Sumarto untuk
pindah dari rumah itu. Serapat-rapat bangkai
yang ditutupi pasti tercium juga. Itulah perumpamaan yang cocok untuk perbuatan
Ida dan Sumarto ketika masih berada dalam satu rumah. Belakangan, berdasarkan
laporan dari Komariah, pembantunya, terbongkar bahwa Ida sedang hamil. Komariah
sering mendapati Ida yang sedang muntah-muntah di kamar mandi.
Betapa kagetnya Permana dan istrinya. Hal itu merupakan suatu yang sangat
buruk yang telah mencoreng nama keluarga. Diputuskan bahwa untuk menutupi aib
yang sedang menimpa rumah tangganya itu. Permana dan istrinya sepakat untuk
menggugurkan kandungan Ida. Secara diam-diam, pergilah Saleha ke seorang dukun.
Dari dukun itu, Saleha membawa ramuan obat yan harus diminum oleh Ida.
Akibatnya Ida sampai dirawat dirumah sakit. Rahimnya oleh dokter terpaksa
diangkat. Dan itu kemungkinan kecil Ida akan bisa melahirkan keturunan
lagi. Sungguh itu merupakana penglaman yang pahit yang pernah ditelan Ida
seumur hidupnya. Dia sungguh frustasi dan menderita menerima kenyataan
tersebut. Tapi mau bagaimana lagi, hal itu telah terjadi. Sumarto sendiri, yang
tahu bahwa Ida sedang hamil itu, terus dirundung rasa penyesalan dan
berdosa yang dalam pada Ida ataupun pada Tuhan. Sumarto sering
melaporkan lewat pengakuan dosanya pada Romo Murdianto. Dengan kesadaran penuh,
akhirnya Sumarto bertekad hendak mempertanggungjawabkan perbuatanya. Dia akan
segera minta maaf kepada keluarga Permana sekaligus melamar Ida.
Tanpa sepengetahuan keluarganya, Sumarto pun berangkat ke
Bandung dan membawa Ida kepasturnya. Ida yang frustasi itu dan
sekaligus memang merasa bahwa hanya itulah pilihannya, yaitu menikah dengan
Sumarto. Karena bagi Ida tidak ada pemuda lain yang bisa menolongnya dari
penderitaan kecuali Sumarto. Dan itu berarti dia harus berpindah agama
mengikuti agama yang diyakini calon suaminya, yaitu agama Katolik. Karena
Sumarto tidak akan pernah mau jika dirinya harus berpindah agama. Walaupun
masih diliputi rasa kebimbangan yang dalam, akhirnya Ida dibaptis juga oleh
Romo Murdianto.
Pernikahan itu akhirnya dilaksanakan juga. Dengan berat
hati Saleha dan suaminya merelakan anaknya menikah dengan Sumarto. Keduanyapun
menikah dicatatan sipil. Pesta perkawinannya dialakukan dengan penuh
kesederhanaan di dalam gereja. Dan dihadiri oleh keluarga kedua belah pihak.
Suasana resepsi perkawinan mereka begitu kaku. Karena dari pihak Ida adalah
keluarga muslim sedang dari pihak Sumarto adalah keluarga katolik.
Setelah acara resepsi yang sederhana itu, Ida boyong
suaminya ke Jatiwangi, kampung tempat tinggal Sumarto. Di sana Ida jatuh sakit,
sehingga Ida terpaksa dirawat lagi di rumah sakit. Suatu malam, ketika
dia mau menuju kran air karena hendak mencuci wajahnya, kepala Ida terpantuk
meja dekat kran air tersebut. Ida jatuh dan tergeletak di lantai dengan
keadaan yang mengkwatirkan. Untung saja suster mendengar ada sesuatu yang
terjatuh, sehingga langsung menghampiri sumber suara tersebut, dan betapa kaget
dia melihat Ida yang tergeletak di lantai. Keadaan Ida sangat mencemaskan
Suster. Melihat gelagat itu, suster sempat membisikan ke telinga Ida: “Allahu Akbar Lailahaillah” berapa
kali yang dengan sayup-sayup diikuti oleh Ida dengan lancar.
Setelah itu Ida tidak sadarkan diri. Tidak sadar untuk
selama-lamanya.
Kemudian diputuskan untuk membawa Ida kerumah orang
tuanya. Mendengar berita kematian Ida, Saleha dan Permana sangatlah terpukul.
Kedua orang suami istri itu teruslah menyalahkan diri mereka sendiri. Setelah
jenazah di berangkatkan ke rumah orang tua Ida, terjadi sedikit konflik yang
dialami Permana dan Saleha. Keduanya sebenarnya menghendaki membumikan ida di
pemakaman muslim. Tetapi pada kenyataannya setelah jenazah itu sampai, Ida
diputuskan untuk dimakamkan di tempat pemakaman katolik, karena mengikuti
keluarga Sumarto. Apalagi saat itu Ida telah dibaptis dan masuk ke dalam ajaran
katolik. Meskipun tak tahu apa yang ada di hati Ida sendiri. Semua itu
didasarkan karena keterpaksaan.
Permana yang dulunya arogan kini semakin rapuh. Permana
merasa sangat bersalah kepada Ida. Hingga dia terus menunggui tanah makam ida
sepanjang hari tak merasa panas dan kedinginan ketika hujan. Kini Permana
semakin tidak waras. Permana hanya bisa meratapi kesalahan-kesalahannya yang
lalu.
4.
Pembacaan
dan Analisis
a.
Point
of view (Sudut pandang)
b.
Character
(Tokoh) dan Characterization (Penokohan/watak)
1)
Point
Of View (Sudut pandang)
Buku novel Keluarga Permana ini banyak dijelaskan atau
dipaparkan dari sudut pandang orang ke-tiga, untuk orang pertama si aku dan
orang kedua tidak terlalu dominan dalam menjelaskan cerita dari novel ini.
2)
Character
(Tokoh) dan Characterization (Penokohan)
Penokohan atau kehadiran
tokoh dalam suatu cerita dapat dilahat dari cara analisis, cara dramatik dan
kombinasi keduanya. Dalam pembagiannya tokoh dapat dibedakan atas tokoh utama
dan tokoh pendamping. Kehadiran tokoh-tokoh dalam Keluarga Permana dilakukan
dengan cara kombinsi analitik dan dramatik. Berikut paparan analissi tokoh-tokoh
dalam Keluarga Permana.
a). Farida (Ida)
Farida merupakan tokoh
utama, yang mempunyai sifat yang mulia, baik patuh terhadap orang tua, pendiam,
cekatan dalam berkerja, penyanyang, lugu, miskin wawasan dan pengalaman
bergaul. Tokoh ini merupakan tokoh yang sentral, dimana paling banyak mengalami
konflik yang terjadi dalam Keluarga Permana. Farida ini mengalami kejadian yang
suram. Dia mengalami hamil diluar nikah, dengan terpaksa dia harus menggugurkan
kandungannya, dan harus berpindah agama karena dinikahi oleh tokoh Sumarto yang
berbeda agama dengan Farida.
b). Sumarto
Sumarto mempunyai sifat
yang ramah, sopan, berani, sembrono, kaya pengalaman, romantis. Kesembronoannya
Sumarto melakukan kesalahan yang menimbulkan konflik dalam Keluarga Permana
dimana dia menghamili Farida. Tokoh ini merupakan tokoh sentral yang antagonis.
c).
Permana
Tokoh Keluarga Permana
yang juga berperan langsung jalannya cerita adalah Permana. Deskripsi
psikologis tokoh ini cukup menonjol. Latar belakang psikologis ini dimunculkan
pada perubahan sikap dan sifat saat Permana mangalami pemecatan dari
perkerjaannya karena tuduhan soal korupsi. Pada awalnya Permana mempunyai sifat
yang baik, tidak kejam, sabar, suka bergembira, dan pandai mengibur isteri
serta anaknya. Sifat yang baik itu berubah setelah Permana menerima kenyataan
bahwa Ia dipecat dari pekerjaannya. Hal ini membuat Permana prustasi dan
terpukul terhadap keadaan. Sifat Permana menjadi pemarah, kasar, kejam, tidak
lagi jadi penyabar, dan pencemburu.
d). Saleha
Saleha merupakan istri
dari Permana, kehadirannya dalam Keluarga Permana sangat penting guna
mendampingi Permana. Sifat Saleha di Keluarga Permana dideskripsikan baik,
istri yang setia, taat, sabar, tabah menghadapi cobaan, dan patuh kepada
suaminya.
e). Mang Ibrahim
Tokoh ini adalah tokoh
yang kontroversi dalam Keluarga Permana. Tokoh ini mempunyai peran penting
dalam mengangkat tema cerita lewat kepribadiannya yang teguh, keras, dan
pandangan agamanya yang radikal. Dia diilustrasikan sebagai tokoh tua yang taat
beragama, berpandangan Islam yang radikal, bergaris keras, dan tegas dalam
prinsip agama.
f).
Saifudin
Kehadiran tokoh ini
sebagai tokoh pendamping Mang Ibrahim. Sebagai pendamping Mang Ibrahim dalam
hal-hal mengungkap dimensi sosial keagamaan, maka kemudian tokoh ini agaknya
untuk memberikan kontras dengan pengetahuan keagamaanya yang cukup tua. Justru
dengan usianya yang masih muda itu Saifudin digunakan untuk menunujukan, bahwa
dalam hal ilmu pengetahuan termasuk ilmu dan wawasan agama, usian tidak
merupakan patokan.
g).
Pastur Murdiono
Tokoh ini juga berperan
penting dalam mengembangkan cerita Keluarga Permana. Jika Mang Ibrahim dan
Saifudin merupakan dua tokoh pemuka agama Islam, maka Murdiono merupakan pemuka
agama Katolik. Kehadiran tokoh ini merupakan perimbang sekaligus antagonis bagi
Mang Ibrahim dan Saifudin. Murdiono dilukiskan memiliki sifat ramah, lemah
lembut, dan pandai meneduhkan hati dan pikiran orang lain.
h). Surono dan
Sutarmi
Mereka berperan sebagai
orang tua dari Sumarto, mereka sangat sayang dan bangga dengan menantunya (Ida
Farida), terlihat dari kejadian ketika Ida jatuh sakit dan dilarikan ke rumah
sakit mereka berdua sangt cemas dan khawatir dengan menantunya itu.
Di samping tokoh-tokoh
tersebut, ada beberapa tokoh lain seperti Nenek Tati, Nenek Lengkong, Komariah,
dan Dr. Sudomo. Melalui analisis tokoh di atas dapat dikemukakan ada dua pihak
tokoh yang berfungsi dalam Keluarga Permana. Pihak pertama adalah Farida dan
Permana sebagai tokoh pratagonis, sedangkan pihak kedua adalah Sumarto sebagai
tokoh antagonis. Ketiga tokoh itu merupakan tokoh sentral dalam Keluarga
Permana. Adapun tokoh lain yakni Saleha, Mang Ibrahim, Saifudin, dan Pastur
Murdiono merupakan tokoh pendamping atau tokoh bawahan.
5.
Kesimpulan
Novel Keluarga Permana karya Ramadhan K.H. ini
bercerita tentang KDRT yang dilakukan oleh Permana kepada isteri dan anaknya yaitu Ida dan Saleha. Penyebab KDRT yang
dilakukan Permana tersebut tidak lain karena dia merasa malu setelah dirinya
diberhentikan dari kerjaannya, sehingga isterinya lah yang bekerja keras untuk
menafkahi keluarganya.
Selain itu, novel ini menceritakan tentang pencampuran
dua agama yaitu agama islam dan khatolik yang dilakukan oleh Ida dan Sumarto,
karena mereka berdua melakukan suatu hubungan sebelum mereka menikah, hingga
Ida pun hamil. Permana dan Isterinya terpaksa menggugurkan kandungan Ida,
karena tidak mau menanggung malu dari orang lain, hingga Ida pun jatuh sakit
setelah proses pengguguran tersebut. Karena keterpaksaan juga Ida pun menikah dengan Sumarto dan otomatis si Ida dalam
proses pernikahan tersebut dibaptis masuk agama Khatolik, walaupun ia merasa tidak nyaman.
Satu minggu kemudian Ida pun pergi ke rumah Sumarto
suaimya, yang ada di Jatiwangi. Setelah tiba di Jatiwangi Ida pun jatuh sakit
dan dilarikan ke rumah sakit, hingga ia menghembuskan napas terakhirnya, karena
kepalanya terbentur dan berdarah ketika hendak mau mengambil air.
Referensi:
Ramadhan,
KH. 2005. Keluarga Permana. Bandung :
Nusa Agung
Sardjono
Pradotokusumo, Partini. 2005. Pengkajian
Sastra. Jakarta : Gramedia
Abrams.
2003. Pengkajian Sastra. Bandung :
Angkasa Bandung.
No comments:
Post a Comment