Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku (QS adz-Dzariyat: 56). Inilah tujuan penciptaan manusia di dunia. Artinya, manusia tidak dicipta hanya untuk bermain-main, bersenda gurau, dan tanpa tujuan. Setiap muslim menyadari benar bahwa tujuan hidupnya adalah untuk beribadah kepada Allah Swt. Karenanya,
begitu semarak syiar-syiar ibadah dilakukan di berbagai tempat dalam komunitas umat Islam.
Mulai dari pelaksanaan shalat, puasa, zakat, haji sampai kepada berbagai ibadah ghayru mahdah yang lain.
Hanya saja, yang menjadi pertanyaan: sejauh mana ibadah tersebut dilakukan? Apakah sudah memenuhi tujuan yang dimaksud? Atau baru sekedar sebagai ibadah ritual dan kewajiban formal belaka?
Terkait dengan itu, Allah befirman, “Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja: yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua- dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu renungkan.’” (QS as-Saba {34}: 46). Menurut Syeikh Muhammad Shaleh ibn Muhammad al-Utsaymin, ayat di atas berisi dua perintah: Pertama, perintah dan peringatan untuk menghadap kepada Allah dengan ikhlas dan benar. Kedua, perintah untuk merenungkan sejauh mana kualitas ibadah yang dilakukan.
Karenanya, dalam pandangan beliau ketika sebuah ibadah telah dilakukan, tidak boleh cepat merasa puas lantaran ibadah tersebut telah ditunaikan. Namun, perlu ada semacam refleksi. Misalnya, apakah ibadah tersebut telah dilakukan sesuai petunjuk Allah dan Rasul-Nya?! Apakah ibadah tersebut dilakukan penuh penghayatan atau tidak?! Dan lebih dari itu, apakah ibadah tadi memberikan dampak dan pengaruh positif dalam kehidupan?! Hal ini sangat penting agar ibadah yang dilakukan tidak hanya menjadi adat dan kebiasaan semata.
Pasalnya, setiap ibadah yang ditunaikan secara benar, pasti memberikan dampak dan pengaruh baik dalam kehidupan. Sebagai contoh, terkait dengan salat Allah befirman, “Sesungguhnya salat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar (QS al-Ankabut {29}: 45).” Terkait dengan puasa Allah befirman, “Agar kalian menjadi orang bertakwa” (QS al-Baqarah {2}: 183). Terkait dengan zakat Allah befirman, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, yang dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka (dari sifat kikir dan cinta dunia) (QS al-Baqarah {9}: 103).
Dengan demikian, perintah untuk merenungkan ibadah secara tidak langsung adalah perintah untuk senantiasa mengoreksi, meluruskan, dan memperbaiki ibadah tersebut agar mencapai tujuan dan nilai-nilai mulia yang diinginkan oleh Allah Swt. Dari sana diharapan adanya jarak dan kesenjangan antara ibadah dan akhlak yang kerapkali tampak bisa dilenyapkan. Sebab, ibadah yang baik pasti berbuah akhlak dan moral yang baik pula. Namun, kalau ibadah yang dilakukan selama ini masih belum membuahkan dampak positif, maka ada yang perlu diperbaiki dari ibadah tersebut. Wallahu a’lam bsh-shawab.
No comments:
Post a Comment